Pendidikan Karakter

Wayang Sukuraga adalah wayang anggota tubuh.Suku adalah bagian atau anggota, Raga adalah tubuh atau badan.

Sejatinya Sukuraga adalah wayang sebagai pemeran atau pelakon . Manusia adalah dalang, atau pemimpin, mampu kah kita (manusia) memimpin atau mengendalikan anggota tubuh, atas pengaruh negatifnya nafsu yang ingin menguasai akal. Jika akal manusia sudah di kuasai di mainkan oleh nafsu dengan tipudayanya setan,  maka manusia akan menjadi robotnya setan. 

 Manusia dengan matanya  tahu di jalan itu ada sampah kulit pisang yang bisa mencelakakan orang lain namun dia biarkan, dia tahu itu barang bukan milik nya dia menyuruh tangan nya mengambil. 
Menurunnya nilai moral, kekerasan demi kekerasan dilakukan, hati yang dingin kurangnya saling menyayangi, ketidak pekaan sosial,perilaku merusak diri sudah banyak di lakukan oleh anak anak juga para orang dewasa. Jangan lah heran jika berkurang nya rasa hormat anak terhadap orang tua nya yang melahirkan dan membesarkannya itulah saudara-saudara kita yang seperti terhipnotis tertidur tidak sadar. Apakah kita akan membiarkan saudara, anak anak kita sebagai generasi penerus bangsa terhipnotis oleh dampak berkembang nya teknologi informasi digital, video porno serta game kekerasan yang sulit kita bendung saat ini, yang secara visual mempunyai magnet dan daya tarik yang luar biasa, membuat saudara-saudara kita terhipnotis, tidak sadar bahwa keluarganya dalam bahaya.

Wayang Sukuraga (WS) adalah kearifan lokal Sukabumi yang tidak ada di daerah lain. Bentuk dan isi dari WS merupakan produk inovasi dan pembaruan dari wayang-wayang sebelumnya yang berkembang di Indonesia. Di lihat dari historis geografis, tampilan WS bukan tampilan wayang yang ada di Jawa Barat pada umunya yang terbuat dari kayu (golek). WS memiliki tampilan wayang kulit yang pipih karena memang terbuat dari kulit. Pemberian warna dasar seperti merah, biru, kuning, yang diaplikasikan ke dalam warna wayang membuat WS selain dapat dinikmati berupa pagelaran wayang kulit berupa bayangan, juga dapat disaksikan secara langsung tanpa harus menggunakan sorotan lampu ke layar. Tampilan dari WS juga tidak sama seperti wayang pada umumnya, WS adalah Wayang Anggota tubuh dimana tampilan wayang adalah representasi dari anggota tubuh dan panca indera. Selain itu, pengiring musik pada pagelaran yang memadukan instrumen musik modern dan gamelan, menjadikan WS sebagai wayang yang mengajak untuk dapat beradaptasi dengan kemajuan dan perubahan dimana kita tidak boleh alergi terhadapnya tetapi harus dapat memanfaatkan kebaruan untuk kemaslahatan bersama. 

Terdapat sembilan tokoh WS yaitu Mata, Telinga, Hidung, Mulut, Tangan, Kudu leumpang (harus berjalan/Kaki), Payudara, Vagina, dan Penis. Ciri khas yang menjadi inovatif adalah pada setiap tokoh WS, pada bagian kelapa, tangan dan kaki akan merefleksi tokoh tersebut. Contohnya, bila tokoh tersebut adalah tokoh Mata, maka pada bagian kepala, tangan dan kaki bergambar hanya sebuah mata. 
Penempatan ini terinspirasi dari Al- Quran surat Yassin ayat 65 dimana yang akan bersaksi pada akhirnya bukanlah mulut yang merepresentasikan anggota tubuh yang dapat bicara, melainkan amal perbuatan kita. Saat itu lah tangan, kaki, dan anggota tubuh yang lain akan dapat berbicara dan juga memberi kesaksian. Inilah salah satunya yang menjadikan WS memiliki nilai filosofis sebagai wayang kontemplatif (perenungan manusia terhadap dirinya). 

Bentuk tokoh WS yang menggambarkan tokoh pada kepala, kaki, dan tangan merupakan bentuk kesadaran integritas manusia yang harus selalu memikirkan (kepala) melangkahkan (kaki), dan melakukan perbuatan (tangan) sebelum mengambil tindakan/laku. Secara cerita dan pesan yang ingin disampaikan, WS tidak memunculkan konflik manusia berupa interaksi manusia dengan manusia tetapi lebih kepada konflik batin antara tokoh anggota tubuh. Bagaimana tangan harus berpikir dahulu sebelum mengambil sesuatu. Apakah dibolehkan atau tidak menurut nurani dan norma? Inilah mengapa WS membantu manusia untuk lebih mengenal dirinya dan mempunyai integritas diri yang menjadikan manusia akan lebih berharga dimata manusia lain dan Tuhannya. 

Pembangun  Kebudayaan dan Pendidikan

Effendi pada tahun 2016  menulis buku “Membentuk Karakter dengan Anggota tubuh “
melalui cerita dan mewarnai dan menyusul 2021 bersama teman teman Dosen di PGSD Universitas Muhamadyah Sukabumi , menulis buku kembali dengan judul “Mengenal Diri Mengoptimasi Kreasi “Perjalanan pada tahun selanjutnya (2017), dalang Wayang Sukuraga Effendi mendapatkan undangan dari Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI) sebagai dosen tamu dalam salah satu matakuliah di program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Sejak saat itu, WS semakin dikenal masyarakat luas. Penelitian dan pengembangan produk WS terus dilakukan baik sebagai media pembelajaran karakter maupun sebagai kria yang mendukung ekonomi kreatif. Selain di dalam negeri, Pada tahun 2018 WS diundang untuk melakukan pagelaran pada acara seminar internasional 4th ICEDU di Bangkok, Thailand. Sejak inilah difusi inovasi WS terus dilakukan baik dari kalangan media, akademisi, maupun pemerintah. Diseminasi WS kepada publik internasional juga dilakukan pada 7 Juli 2020 lalu melalui media Webinar yang diselenggarakan oleh IAEducation.
Pada tahun 2018 , Yayasan Sukuraga bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan temen temen peneliti untuk pengembangan kurikulum pendidikan karakter di kota Sukabumi meluncurkan Aplikasi Wayang sukuraga dan workshop wayang sukuraga sebagai media pembelajaran . Aplikasi Wayang Sukuraga yg di publish di Play store ( dapat di unduh gratis sebagai media menegnal diri ) acara tersebut sekalgus memperingati Hari anak Nasional. di buka dan diresmikan oleh bapak Walikota Sukabumi ,Bapak Achmad Fahmi.

Guru kelas dan Kepala Sekolah sebagai peserta Workshop Wayang sukuraga sebagai media pendidikan Karakter